Daftar Negara Dilarang Masuk ke AS Bertambah, Trump Targetkan Beberapa Negara ASEAN
March 16, 2025

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial dalam masa kepemimpinannya. Ia dikabarkan tengah mempertimbangkan larangan perjalanan baru yang lebih luas, yang berpotensi membatasi atau bahkan melarang masuknya warga dari hingga 43 negara ke AS.
Kebijakan ini berlandaskan perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada 20 Januari lalu, yang memperketat penyaringan keamanan bagi warga negara asing yang ingin masuk ke AS.
Menurut laporan Indian Express, larangan baru ini jauh lebih ketat dibandingkan kebijakan serupa yang diberlakukan Trump pada masa jabatan pertamanya.
Trump membagi daftar negara yang terdampak kebijakan ini menjadi tiga kategori, yakni daftar ‘merah’, ‘oranye’, dan ‘kuning’:
- Daftar Merah
Warga dari 11 negara akan sepenuhnya dilarang masuk ke AS. Negara-negara dalam daftar ini termasuk Afghanistan, Bhutan, Kuba, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Sudan, Suriah, Venezuela, dan Yaman. - Daftar Oranye
Warga dari 10 negara akan menghadapi pembatasan ketat, terutama bagi pemegang visa non-bisnis. Negara-negara dalam daftar ini termasuk Belarus, Eritrea, Haiti, Laos, Myanmar, Pakistan, Rusia, Sierra Leone, Sudan Selatan, dan Turkmenistan. - Daftar Kuning
Sebanyak 22 negara diberi waktu 60 hari untuk memperbaiki sistem keamanan dan berbagi informasi dengan AS. Jika gagal memenuhi persyaratan, negara-negara ini bisa dipindahkan ke daftar yang lebih ketat. Sebagian besar negara dalam daftar ini berasal dari Afrika dan Karibia.
Negara ASEAN yang Kena Dampak
Dalam daftar negara yang terancam terkena pembatasan ini, terdapat beberapa negara dari kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti Laos dan Myanmar. Warga dari negara-negara ini bisa menghadapi pemeriksaan lebih ketat dan aturan visa yang lebih sulit jika ingin masuk ke AS.
Penempatan Myanmar dan Laos dalam daftar ini mencerminkan kekhawatiran pemerintahan Trump terkait keamanan dan pertukaran informasi imigrasi dengan negara-negara tersebut. Langkah ini juga menunjukkan kebijakan luar negeri AS yang semakin protektif terhadap ancaman potensial dari luar negeri.
Kebijakan larangan perjalanan Trump telah memicu kontroversi sejak pertama kali diperkenalkan pada masa jabatan sebelumnya. Pada 2018, Mahkamah Agung AS mengesahkan revisi kebijakan tersebut setelah serangkaian tantangan hukum.
Ketika Joe Biden menjadi presiden, kebijakan ini dicabut dengan alasan diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Namun, dengan kembalinya Trump berkuasa, larangan perjalanan ini kembali menjadi agenda utama kebijakan imigrasi.
Pemerintah AS mengklaim bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi warga negara dari ancaman keamanan. Meskipun begitu, banyak pihak yang menilai kebijakan ini terlalu diskriminatif dan berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik.
Dalam beberapa hari ke depan, laporan akhir mengenai daftar negara yang terkena larangan ini akan dikirimkan ke Gedung Putih untuk ditinjau lebih lanjut sebelum kebijakan resmi diberlakukan.