IAEA Tarik Inspektur dari Iran, Rafael Grossi Desak Dialog Nuklir Segera
July 5, 2025

Teheran, 5 Juli 2025 — Hubungan antara Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan Republik Islam Iran memasuki babak krisis setelah Iran secara resmi menghentikan kerja sama pemantauan program nuklirnya. Akibatnya, seluruh tim inspektur IAEA ditarik dari wilayah Iran pada Jumat (4/7/2025).
Langkah ini merupakan buntut dari ketegangan yang meningkat sejak Iran menuduh IAEA berperan dalam memicu serangan militer Israel ke fasilitas nuklir mereka. Parlemen Iran bahkan melabeli lembaga tersebut sebagai “provokator internasional” setelah laporan IAEA yang dirilis pada 31 Mei 2025 dinilai memicu intervensi militer.
Konflik Berkepanjangan, Inspektur Ditarik di Tengah Ketegangan
Penarikan inspektur terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatangani undang-undang yang menghentikan kerja sama nuklir dengan IAEA. Undang-undang ini disahkan oleh parlemen Iran sebagai respons terhadap serangan udara Israel dan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran sepanjang Juni 2025.
Dalam pernyataan resmi di media sosial, IAEA menyatakan bahwa tim pengawasnya meninggalkan Iran dengan selamat dan kini kembali ke markas di Wina. Ketidakhadiran pengawas internasional ini menciptakan kekosongan pengawasan terhadap kegiatan nuklir Iran untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.
Kepala IAEA Desak Perundingan Damai
Kepala IAEA, Rafael Grossi, menyerukan dimulainya kembali dialog antara lembaganya dan pemerintah Iran. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan kerja sama guna menjamin bahwa program nuklir Iran tetap berada dalam kerangka damai.
“Kami siap membuka kembali komunikasi teknis dan diplomatik. Pemantauan dan verifikasi terhadap fasilitas nuklir harus segera dilanjutkan,” ujar Grossi dalam konferensi pers di Wina, Jumat (4/7/2025).
Kerusakan Fasilitas Nuklir dan Ancaman Baru
Dalam laporan terpisah, Grossi mengungkapkan bahwa beberapa lokasi nuklir strategis di Iran, seperti Fordow, Isfahan, dan Natanz, mengalami kerusakan signifikan akibat serangan udara. Salah satu kawah di fasilitas Fordow disebut menunjukkan penggunaan amunisi penghancur bunker.
Meski Gedung Putih menyatakan bahwa operasi militer telah melumpuhkan program nuklir Iran secara menyeluruh, Grossi memperingatkan bahwa Iran masih memiliki kapasitas untuk memulai kembali proses pengayaan uranium dalam waktu beberapa bulan.
Sementara itu, Departemen Pertahanan AS mengklaim bahwa serangan mereka akan menghambat kemajuan teknologi nuklir Iran hingga dua tahun ke depan.
Situasi Global dan Implikasi Regional
Krisis ini semakin memperdalam ketegangan di kawasan Timur Tengah dan berpotensi memperburuk kestabilan global. Indonesia, sebagai negara yang mendukung penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai, diharapkan terus mendorong penyelesaian melalui jalur diplomatik dan forum internasional seperti PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI).